Maret 2012 ini, Nabila genap 5 tahun 3
bulan. Alhamdulillah, saatnya masuk sekolah TK di Busan, Korea Selatan.
Dia sangat antusias sekolah di 동백 유치원 (baca : Dongbaek yuchiwon, TK
Camelia). Jarak sekolah dari rumah sekitar lima menit jika naik mobil
jemputan dan 15 menit kalau jalan kaki.
Awalnya saya sempat khawatir dengan
kemampuan adaptasi Nabila dengan sekolah barunya. Terutama penampilannya
yang sangat berbeda. Apa teman-teman dan gurunya di sekolah bisa
menerima kerudung Nabila? Apa dia pede sendirian berkerudung?
Saya juga mengkhawatirkan makanan yang
dikonsumsi saat jam makan siang di sekolah. Kebetulan sekolahnya
menetapkan semua muridnya makan bersama-sama dengan menu makanan yang
tersedia. Setelah bernegosiasi dengan gurunya, alhamdulillah sekolah
bisa menerima permintaan saya untuk menyiapkan makan siang tanpa daging
sapi, babi dan ayam. Gurunya akan menyediakan pengganti daging berupa
seafood, telur, ikan teri dan tahu. Syukurlah, saya lega.
Saat hari pertama pun tiba. Sebelumnya,
saat orientasi orang tua murid, saya mendapatkan informasi bahwa orang
tua dilarang menemani anaknya di kelas agar anak mandiri dan berkembang
optimal. Jauh berbeda dengan TK Indonesia yang memberikan toleransi ini
dengan anak-anak yang punya kelekatan tinggi terhadap ibunya
(attachment).
Sebelum berangkat, saya berpesan ke
nabila, “ kalau di sekolah nabila ada teman atau bu guru yang mau lihat
rambut nabila, nabila boleh buka sebentar kerudungnya sambil bilang ke
mereka kalau nabila punya rambut ya”. Saya mengajari pengucapannya dalam
bahasa Korea “머리가 있어요” (baca : moriga issoyo, saya punya rambut).
Akhirnya saya mengantarkannya ke mobil
jemputan tepat jam 09.00 KST pagi. Tidak terlihat perasaan takut dan
enggan dari Nabila berpisah dengan umminya saat naik mobil jemputan.
Gurunya menyambut dengan ramah. Saat mobil jemputannya pergi, di dalam
hati saya berdoa semoga dia bisa istiqomah dan senang di sekolahnya.
Begini ya rasanya jadi orang tua kalau anaknya beranjak besar. Kesepian
juga rasanya, soalnya setiap hari dia menghabiskan seluruh waktunya di
rumah bersama saya.
Pukul 15:21 KST, Nabila diantar kembali
dengan mobil jemputannya. Saya tinggal menunggu di dekat rumah. Tak
sabar rasanya mendengar semua ceritanya. Dengan semangat dia bercerita
kalau hari ini senang sekali belajar dan main bersama teman-temannya di
sekolah. Saat saya tanya tentang kerudungnya, dia cerita kalau hari ini
ada dua orang temannya yang penasaran dengan rambutnya yang ditutupi
kerudung. Ibu guru bilang kalau yang Nabila pakai adalah “이스람 모자 ” (baca
: iselam moja, topinya orang Islam).
Sebenarnya saya sudah pernah menjelaskan
kerudung ini saat mendaftarkan nabila di sekolahnya, namun mungkin bu
guru lebih mudah menjelaskan kerudung sebagai topi orang Islam kepada
murid-muridnya agar mudah dipahami. Alhamdulillah setelah dia
perlihatkan rambutnya sebentar ke temannya, mereka tidak bertanya lagi.
Merekapun mengajak Nabila main bersama.
Setiap pulang dari sekolah, dia selalu
melaporkan kalau hari ini ada teman-temannya yang mau melihat apa yang
ada di balik kerudungnya. Hal ini berlangsung sekitar empat hari
berturut-turut. Dengan sabar dia menjawab rasa penasaran teman-temannya.
Gurunya juga ingin tahu kerudung dan rambut nabila. Setelah hari
kelima, sudah tidak ada teman-temannya yang menanyakannya lagi. Mereka
pun bisa menerima keberadaan nabila dengan kerudung yang dipakainya.
Secara umum, memang keberadaan anak
kecil yang menggunakan kerudung di Busan sangatlah jarang. Mungkin hanya
Nabila dan temannya, kakak Aya saja. Selebihnya belum pernah saya
temui, baik di jalan atau di masjid Al-Fattah tempat para muslim
berkumpul.
Saya pikir dengan melihat Nabila, orang
Korea jadi mengetahui bagaimana seorang wanita muslimah dan anak
muslimah berpakaian jika keluar rumah. Sebagai ibunya, saya merasa
memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mendidiknya sejak dini
dalam menjaga auratnya dengan menggunakan kerudung. Bahkan ia sudah saya
kenalkan menggunakan kerudung sejak berusia 1 bulan. Saat masih bayi,
dia sering melepas topi yang saya pakaikan di kepalanya. Namun saat
dipakaikan kerudung dia tidak terlihat “risih” dan tetap membiarkan
kerudung dikepalanya. Alhamdulillah ketika dia berusia satu tahun, dia
selalu memakai kerudungnya sendiri setiap kali diajak jalan-jalan ke
luar rumah.
Sampai sekarang, Nabila tidak pernah
mengeluh untuk melepas kerudungnya meski dia berbeda sendiri di
sekolahnya. Bahkan pada saat musim panas (summer), dia beberapa kali
diminta oleh ibu-ibu dan nenek Korea untuk melepaskan kerudungnya dan
menggulung baju panjangnya. Mereka tidak terbiasa melihat anak kecil
menggunakan baju lengan panjang dan kerudung saat musim panas. Umumnya
orang Korea menggunakan pakaian tipis dan rok mini saat musim panas.
Berbeda 180% dengan saya dan Nabila.
Alhamdulillah dia selalu menggelengkan
kepalanya dan tidak mau melepas kerudungnya sebentar pun. Saya pernah
berpesan kepadanya : “panasnya summer itu belum seberapa nabila,
jika dibandingkan panasnya api neraka. Allah sayang sama anak yang
selalu pakai kerudung dan menyiapkan rumah serta apapun yang nabila suka
di Surga sebagai hadiahnya“. Dia semakin semangat untuk terus menggunakan kerudung meski saya tahu pasti dia kepanasan.
Alhamdulillah, saya melihat kebiasaan
mengenalkan nabila menutup aurat sejak bayi, membuat dia bangga dan
percaya diri dengan identitas keislamannya. Dia merasa kerudung itu
sudah melekat dalam dirinya. Saya bersyukur dengan keistiqomahan Nabila
menggunakan kerudung meski tidak ada saya di sampingnya. Semoga kelak
ketika dia tumbuh menjadi muslimah, akan tetap istiqomah dengan kerudung
dan jilbabnya. Aamiin :).
arrghh,bagaimana umm rasanya tingggal di busan?? ihh,seru yaa,pengen deh kesana sebagai muslimah,salam kenal ya umm;)
BalasHapusMasyaAllah.. sungguh luar biasa.. salam kenal ya ummii..
BalasHapus