Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 07 Maret 2013

Hijab Menurut Al-Quran

 

Ayat terpenting yang menetapkan kewajiban berhijab pada kaum wanita yang akan kita bahas adalah ayat ke-31 surat an-Nur dan ayat ke-59 surat al-Ahzab. Allah swt dalam surat an-Nur ayat ke 31 berfirman:

وَ قُلْ لِلْمُؤْمِناتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَ لا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ إِلاَّ ما ظَهَرَ مِنْها وَ لْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلى‏ جُيُوبِهِنَّ وَ لا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبائِهِنَّ أَوْ آباءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنائِهِنَّ أَوْ أَبْناءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَني‏ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَني‏ أَخَواتِهِنَّ أَوْ نِسائِهِنَّ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُنَّ أَوِ التَّابِعينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلى‏ عَوْراتِ النِّساءِ وَ لا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ ما يُخْفينَ مِنْ زينَتِهِنَّ وَ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَميعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
(Wahai Rasulullah) Dan katakanlah kepada kaum wanita yang beriman  agar mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali sesuatu yang (biasa) tampak darinya. Hendaknya mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka (sehingga dada mereka tertutupi), janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali untuk suami-suami mereka, atau ayah dari suami-suami mereka atau putra-putra mereka, atau anak laki-laki dari suami-suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara-saudara laki-laki mereka, atau anak laki-laki dari saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka atau budak-budak mereka atau laki-laki (pembantu di rumah) yang tidak memiliki syahwat atau anak kecil yang tidak paham terhadap aurat wanita. Dan janganlah kalian mengeraskan langkah kaki kalian sehingga diketahui perhiasan yang tertutupi (gelang kaki). Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian semua kepada Allah swt supaya kalian termasuk orang-orang yang beruntung.[3]
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebuah kisah yang dinukil dari Imam Muhammad Baqir a.s. Beliau bersabda: “Pada satu hari, di kota Madinah ada seorang wanita cantik yang sedang berjalan dengan mengikatkan kerudungnya ke telinganya (yang menjadi kebiasaan wanita pada saat itu) sehingga tampak leher dan dadanya. Seorang laki-laki dari golongan Anshar berpapasan dengannya, karena kecantikan wanita tersebut dia terpesona dan tidak peduli akan keadaan sekelilingnya, dia telah mabuk akan kemolekan wanita tersebut.  Sang wanita memasuki gang sempit, sedang pandangan laki-laki tersebut terus membuntutinya sampai tak terasa dia terbentur sebuah benda keras dan tajam sejenis tulang atau kayu yang menjorok dari tembok sehingga kepala dan dadanya mengucurkan darah segar yang melumuri pakaiannya.Dalam keadaan seperti itu dia datang menghadap Rasulullah saw dan menuturkan semua yang terjadi. Pada saat itulah, malaikat Jibril a.s. datang membawa ayat ini.[4]
Dalam ayat di atas kita mendapatkan kataابصار  yang merupakan bentuk  jamak dari kata بصر. Untuk  memahami ayat tersebut secara mendalam, lazim bagi kita mengetahui perbedaan antara بصر dan عين. Walaupun keduanya sama-sama dipakai untuk nama dari anggota tubuh manusia yaitu mata, akan tetapi keduanya memiliki makna yang berbeda. عين hanya bermakna mata bukan penggunaannya, sedang بصر memiliki makna mata dengan penggunaannya yang dalam bahasa Indonesia kita sebut dengan pandangan. Kita perlu membahas perbedaan kedua kalimat di atas untuk mengetahui bahwa maksud dari ayat di atas adalah menutup pandangan bukan menutup mata  (ان يغضضن من ابصارهن). Begitu juga dengan kata يغضضن  yang bersumber dari غضي, kita harus mengetahui perbedaan dengan kata غمض; arti dari kata terakhir adalah menutup mata sedang غض   adalah menundukkan pandangan.
      Dari ayat di atas kita dapat menyimpulkan beberapa poin penting, di antaranya:
-  Hendaknya kaum wanita menutup pandangan mereka dari pandangan yang penuh syahwat kepada laki-laki non muhrim.
-  Wajib bagi kaum wanita menutupi auratnya dari laki-laki non muhrim.
-  Wajib bagi kaum wanita menutupi badan dan perhiasan mereka.
-  Diperbolehkan bagi kaum wanita untuk menampakkan badan dan perhiasan mereka di hadapan para muhrimnya.
Setelah Allah swt memerintahkan kewajiban menutup pandangan kaum wanita dari laki-laki non muhrim dan menutup aurat mereka dari pandangan orang lain, Allah swt memerintahkan untuk menutupi perhiasan wanita. Mungkin masalah menutup perhiasan merupakan masalah yang penting sehingga disebutkan dua kali dalam satu ayat. Makna perhiasan juga sangat jelas bagi kita yaitu setiap sesuatu yang menambah keindahan wanita dan dipahami oleh masyarakat umum, seperti gelang, kalung, anting dan lainnya. Perhiasan ini ada yang dapat dipisahkan dari badan wanita dan ada yang tidak dapat dipisahkan dari badan seperti  dandanan pada wajah seorang wanita atau perhiasan alami/natural  seperti rambut wanita atau yang lain.
Contoh larangan Allah swt terhadap penampakan perhiasan di awal-awal Islam adalah larangan-Nya terhadap para wanita untuk memperlihatkan kakinya ketika berjalan sehingga perhiasan yang tersembunyi (gelang kaki) terdengar oleh non muhrim.[5]  Di dalam surat an-Nur juga tertera larangan Allah bagi kaum wanita untuk tidak menampakkan perhiasan dengan pengecualian yaitu “kecuali yang sudah tampak الا ما ظهر منها  “. Dari kalimat ini, kita dapat memahami bahwa perhiasan wanita ada dua macam, perhiasan yang tampak dan yang tidak tampak (juga jika wanita secara sengaja menampakkannya).
Para ahli tafsir berbeda pendapat satu sama lain dalam menjelaskan kalimat ini الا ما ظهر منها) (, dan memaknainya dengan makna yang beragam. Thabari dalam tafsirnya menyebut hampir dua puluh macam pendapat dari ungkapan [6]الا ما ظهر منها . Di antaranya adalah:
  • Baju luar wanita.
  • Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus merujuk kepada Marja’ kita masing-masing untuk menentukan apa saja yang diperbolehkan terlihat.
    Akan tetapi, dari ayat di atas dan juga menurut kesepakatan para ahli fiqih Islam, dapat disimpulkan bahwa haram memakai segala sesuatu yang menurut uruf (tradisi) sebagai perhiasan di hadapan non muhrim seperti gelang, kalung, anting, kaca mata, jam tangan (yang menurut tradisi dianggap sebagai perhiasan), dandanan wajah dan tangan, kuku panjang atau kuku yang diwarnai, gelang kaki, cincin, baju dan sepatu yang dari segi warna, model, dan semacamnya dihitung sebagai perhiasan.[7]
    Ayat lain yang berisi larangan menunjukkan perhiasan adalah ayat ke 33 surat al-Ahzab. Dalam surat ini Allah swt berfirman:  “...Dan diamlah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian tunjukkan perhiasan kalian sebagaimana  yang dilakukan di zaman jahiliyah.” Walaupun pada dasarnya ayat ini ditujukan kepada istri-istri Rasulullah saw, akan tetapi perintahnya juga mencakup semua wanita muslim. Oleh karena itu, di akhir ayat ke-31 dari surat an-Nur dapat dipahami bahwa wanita yang menunjukkan  perhiasannya termasuk orang-orang yang berdosa, sehingga Allah swt memerintahkannya untuk bertaubat: “Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian kepada Allah swt sehingga kamu termasuk orang-orang yang menang.”
    Interpretasi  dari penggalan ayat وليضربن بخمرهن علي جيوبهن adalah bahwa al-Qur’an juga menjelaskan kepada kita tentang batasan hijab yang diinginkan oleh Islam. Karena pada zaman dahulu, wanita-wanita jahiliah memakai pakaian yang tidak menutupi leher dan dada. Oleh karenanya Allah berfirman: “Dan tutuplah leher kalian dengan kerudung kalian”. Ibnu Abbas, dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan: ”Wanita hendaknya menutupi rambut, leher dan bawah dagu mereka.”[8]
           Maksud dari او نسائهن dari ayat di atas memiliki tiga kemungkinan:
    -  Mereka adalah wanita muslim, maka maksudnya wanita non muslim tidak termasuk muhrim dan wanita muslim wajib menutup auratnya di hadapan mereka.
    -  Mereka adalah wanita secara mutlak baik itu wanita muslim atau selain muslim.
    -  Maksud dari kata nisa’ itu adalah wanita-wanita yang berada di dalam rumah seperti para pembantu.
    Ayatullah Murthadha Muthahari menolak mentah-mentah makna yang ketiga, menganggap lemah makna yang kedua dan meyakini bahwa makna yang pertama lebih kuat. Karena makna pertama ini juga dikuatkan oleh beberapa riwayat yang melarang wanita muslim untuk membuka auratnya di hadapan wanita-wanita Yahudi dan Nasrani karena dikhawatirkan mereka akan menceritakan kecantikan wanita muslim kepada suami atau saudara mereka.[9]
          Sedangkan kalimat او ما ملكت ايمانهن memiliki dua kemungkinan:
    ·  Yang dimaksudkan oleh ayat tersebut adalah khusus budak perempuan.
    ·   Budak secara mutlak, yang mencakup budak perempuan atau laki-laki.
    Jika kita merujuk pada berbagai riwayat, tampaknya pendapat kedua (budak laki-laki dan perempuan) lebih kuat, seperti dalam suatu riwayat dari Imam Shadiq as. Seseorang menceritakan kepada Imam Shadiq a.s. bahwa orang-orang Madinah selalu mengirim budak-budak laki-laki mereka untuk menemani istri-istri mereka pergi ke satu tempat dan terkadang ketika istri-istri mereka ingin menunggangi kuda, mereka meminta bantuan budak mereka dengan memegang pundaknya. Imam Shadiq a.s. ketika mendengar hal ini menjawab: “Hal ini tidak dilarang berdasarkan ayat 55 surah al-Ahzab.”[10]
    Selanjutnya, dari kalimat التابعين غير اولي الاربة terlihat jelas bahwa maksud dari kalimat tersebut adalah orang-orang gila dan orang yang terbelakang secara mental yang tidak memiliki syahwat dan tidak tertarik dengan keindahan wanita.[11]
    Adapun tentang anak kecil yang tidak tahu menahu tentang aurat wanita, memiliki dua penafsiran:
    Pertama: anak-anak kecil yang tidak tahu tentang perkara-perkara yang tersembunyi dari seorang wanita dan biasa kita sebut anak kecil yang belum mumayyiz.
    Kedua: anak-anak kecil yang tidak mampu memanfaatkan perkara-perkara yang tersembunyi dari seorang wanita dan bisa kita sebut anak kecil yang belum baligh.
    Berkenaan dengan penggalan ayat ولا يضربن wanita-wanita pada zaman dahulu biasanya memakai gelang kaki, dan supaya gelang kaki mereka diketahui orang lain mereka mengeraskan langkah mereka. Sebenarnya penggalan ayat ini ingin mengatakan bahwa Allah melarang segala sesuatu yang menarik perhatian laki-laki non muhrim, seperti memakai parfum yang wanginya dapat tercium orang lain ataupun menghias wajah dan semua yang membuat hati laki-laki tergerak dan menjadi pusat perhatian mereka.
    Ayat lain yang menyinggung tentang pensyariatan hijab adalah ayat ke-59 surah Ahzab. Allah swt dalam ayat tersebut berfirman:
    أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْواجِكَ وَ بَناتِكَ وَ نِساءِ الْمُؤْمِنينَ يُدْنينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذلِكَ أَدْنى‏ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَ كانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحيماً
    Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan kepada wanita-wanita mukmin agar mereka mendekatkan diri kepada mereka dengan jilbab mereka supaya mereka mudah dikenal dan supaya mereka tidak diganggu maka sesungguhnya Allah Maha mengampuni dan Maha Penyayang.
    Berkenaan dengan kondisi turunnya ayat ini, dalam tafsir Ali bin Ibrahim al-Qumi disebutkan:
    Pada saat itu kaum wanita pergi ke masjid dan shalat di belakang Rasulullah. Saat mereka menuju masjid untuk menunaikan shalat Magrib atau Isya’ para remaja nakal yang duduk di pinggir jalan, mengejek atau mengolok-olok mereka. Lalu turunlah ayat ini [12] yang memerintahkan mereka memakai hijab sempurna supaya mereka dikenal seutuhnya dan tidak ada alasan lagi untuk mengolok-olok mereka.[13]
          Dalam ayat ini ada dua poin yang harus diperhatikan:
    Pertama, apakah maksud dari jilbab yang disebutkan dalam ayat? Dan apakah maksud dari kalimat “hendaknya mereka  mendekatkan diri dengannya”?
    Kedua, apa maksud dari faedah perintah hijab yang dalam kalimat di atas disebutkan (agar mereka dapat dikenal dan tidak diganggu)? Namun karena poin kedua ini harus dibahas secara tersendiri dalam  filsafat hijab, maka kami tidak akan mengulasnya.[14]
    Menjawab poin pertama merupakan hal yang terasa cukup sulit, karena terjadi silang pendapat di antara para mufassir dan ahli bahasa. Ragib Isfahani dalam kitabnya, Mufradat al-Fadzil Qur’an menyebutkan,  jilbab adalah baju kurung dan kerudung.[15]
    Makna jilbab menurut para mufassir  adalah sebagai berikut; pertama, kerudung panjang yang menutupi kepala (rambut) dan dada. Kedua, jilbab (kerudung biasa). Ketiga, baju yang besar. Namun titik temu dari semua arti di atas adalah kain yang dapat menutupi badan. Namun, mayoritas mufassir  berkeyakinan bahwa maksud dari jilbab dalam ayat tersebut adalah kain yang lebih besar dari kerudung dan lebih kecil dari chadur, sebagaimana ditegaskan oleh penulis kitab Lisanul Arab.[16]
    Kemudian, kata يدنين di sini berarti memakai. Tidak di semua tempat kata ini berarti demikian, kita harus melihat konteks kalimatnya sebagaimana dalam ayat ini. Maksud dari kata يدنين adalah agar para wanita mendekatkan jilbab mereka ke badan mereka supaya dapat dikontrol, tidak terlalu besar sehingga terkadang tersingkap [17] (jika tertiup angin atau lainnya).
  • Cincin, gelang dan gelang kaki.
  • Celak, cincin dan pacar kuku.
  • Wajah dan telapak tangan.
  • Hanya wajah saja.
  • Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

     

    Blogger news

    Blogroll

    About

     
    Free Daisy ani Cursors at www.totallyfreecursors.com