Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 07 Maret 2013

Tetap berhijab meski di negara mayoritas bukan muslim

Nazura GulfiraBeberapa waktu lalu saya sempat bertemu dengan dua teman lama. Pertemuan saya yang pertama ditemani dengan salah seorang sahabat lama yang bisa dikatakan belum lama menggunakan hijab. Dari berbagai obrolan kami, akhirnya ia melontarkan satu pertanyaan. “Zu, lo sampe sekarang masih ada kepikiran buat buka jilbab engga?”. Saat itu saya cuma tersenyum sebelum memberikan jawaban.
Hampir sebulan setelahnya, saya bertemu dengan salah satu sahabat saya yang saya kenal dari waktu dan tempat yang berbeda dari sahabat saya yang sebelumnya. Dari berbagai topik obrolan yang kami bicarakan, ada satu pertanyaan yang ia berikan. “Zu, lo nanti kalo udah di Inggris bakalan buka jilbab engga?” Dan kali ini saya bukan hanya tersenyum… tetapi tertawa.
Sangat mudah sebenarnya menjawab pertanyaan yang sudah familiar di telinga saya, yang sudah dilontarkan dari berbagai mulut yang berbeda. Sulit adalah ketika harus meyakinkan orang lain tentang sesuatu hal yang saya sendiri aja baru bisa meyakini diri saya setelah beberapa tahun menjalaninya.
Jadi engga salah sih kalau masih banyak orang yang mempertanyakan keteguhan saya dalam memakai hijab ini, hehehe. Sebelum diberikan pertanyaan -pertanyaan tersebut, sejujurnya engga pernah terlintas lagi untuk membuka hijab, sekalipun nanti ketika saya tinggal di negara yang mayoritas penduduknya bukan Muslim.
——————————————————–
Berawal dari sepuluh tahun yang lalu, saat saya masih duduk di kelas 1 SMP. Saat itu seperti biasanya, setelah les matematika dengan guru private saya, kami melakukan ritual yang hampir selalu kami lakukan seusai les, yaitu sholat ashar berjamaah dilanjutkan dengan obrolan ringan seputar agama. Hari itu, topik yang diangkat oleh ibu guru adalah tentang kewajiban untuk menutup aurat bagi perempuan. Intinya, dari pembicaraan itulah saya benar – benar bertekad jika nanti saya sudah baligh (baca : menstruasi), saya akan langsung menggunakan hijab.
Engga lama sejak pembicaraan kami di sore itu, akhirnya sampailah waktu dimana saya sudah dinyatakan baligh. Setelah membicarakan dengan orang tua dan meyakinkan diri saya kembali, akhirnya beberapa minggu kemudian saya pun sudah menutup aurat sebagaimana yang diajarkan dalam Islam.
Awal saya memakai hijab ini engga berjalan semudah yang saya bayangkan. Tekanan sempat terasa dari berbagai pihak. Mulai dari orang tua saya yang sempat meragukan keputusan saya dan khawatir jika suatu saat saya akan membuka kembali hijab saya dikarenakan usia saya yang pada saat mengambil keputusan tersebut masih sangat muda, yaitu sekitar 11 tahun.
Bukan hanya itu, tekanan juga terasa dari teman – teman saya. Ada beberapa dari mereka yang mulai menjauh karena saya menggunakan hijab, bahkan ada yang bilang kalau saya sok suci. Tapi mungkin karena saat itu saya benar-benar udah yakin dan keputusan memakai hijab juga sepenuhnya dari diri saya, jadi apapun pendapat orang saat itu saya terima dengan “masuk telinga kanan keluar telinga kiri” aja.
Setelah melewati masa transisi dari sebelum ke setelah memakai hijab, dua tahun setelahnya saya lalui dengan baik. Walaupun terkadang saat melihat teman-teman saya lainnya yang belum memakai hijab, masih terlintas di pikiran saya bahwa mungkin dengan engga memakai hijab bisa lebih menyenangkan dan bebas berekspresi. Tetapi dengan cukup banyaknya teman saya yang menggunakan hijab dan sempat berada di dalam lingkungan anak – anak rohis, pikiran saya ini engga sampai membuat ingin melepas hijab ini.
Dari bertahun- tahun saya memakai hijab, masa terberat yang saya lalui adalah selama saya duduk di kursi SMA. Mulai dari minggu pertama masuk sampai minggu terakhir sekolah, sudah enggak terhitung berapa kali saya ingin membuka hijab. Kenyataan yang lebih parah adalah saya juga sempat merasa  hijab yang saya kenakan saat itu bahkan menjadi penghalang saya dalam bergaul dan benar- benar menurunkan rasa percaya diri saya.
Sampai akhirnya pada suatu hari, ketika saya seorang diri sedang menunggu hasil pemeriksaan dokter di suatu rumah sakit. Seperti biasanya, saat lagi melamunkan banyak hal, sampailah saya memikirkan tentang rencana saya membuka hijab. Saat itu saya membulatkan tekad untuk melepas hijab begitu saya mulai masuk kuliah.
Engga lama setelah itu, sekitar sepuluh menit kemudian, saat saya sedang mem-fotokopi hasil pemeriksaan dokter, tiba-tiba tanpa adanya interaksi apapun sebelumnya, si penjual kacamata di sebelah tempat fotokopi tersebut mengatakan hal yang mengubah total pemikiran dan tekad saya sebelumnya. “Mbak, mbak udah cantik kaya gitu, pake jilbab..jangan dilepas ya mbak”, katanya sambil tersenyum. Mungkin kalau sebelumnya saya engga memiliki keinginan untuk melepas hijab saya, mungkin perkataan mas penjual kacamata itu engga akan segitu membekasnya di ingatan saya.
Kejadian saat itu benar – benar menyadarkan saya akan satu hal, yaitu Allah masih segitu sayangnya sama saya. Kalau bisa diibaratkan, saat itu saya udah berada di ujung jurang, dan saat itu juga Allah langsung memberikan cara untuk menyadarkan saya. Bukan sekedar itu, tetapi memberikan hidayah-Nya. Makanya, seandainya saya masih punya pemikiran untuk melepas hijab setelah kejadian itu, kayanya saya akan menjadi manusia paling bodoh yang ada di dunia ini.
Pikiran saya sih simpel aja, saya mengenal banyak orang yang terlihat lebih baik dibanding saya, tapi sampai saat ini belum memakai hijab. Itu hak mereka masing-masing dan pastinya ada pemikiran tersendiri. Mungkin mereka ingin saat memakai hijab nanti mereka benar-benar berperilaku seperti seorang muslimah yang diajarkan oleh Islam.
Bagaimanapun orang memandang hijab, saya yakin setiap orang punya cara dan pikirannya masing – masing. Satu contoh sederhana adalah ketika kebanyakan orang belajar supaya bisa “sempurna” baru kemudian mengenakan hijab, saya justru belajar banyak dari hijab supaya bisa menjadi orang yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About

 
Free Daisy ani Cursors at www.totallyfreecursors.com