Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 07 Maret 2013

JILBAB BUKAN SEKEDAR MENUTUP KEPALA


Seruak rasa sedih hadir di hatiku melihat seorang
teman lama yang dulu ketika masih dalam
kebersamaan begitu anggun dengan jilbab
lebarnya dan gamis. Bukan yang pertama kalinya,
karena sebelumnya dalam kesempatan yang
berbeda, dua orang teman lamapun
menyuguhkan hal yang sama di pandang mata,
rok yang mengidentikkan dia adalah sorang
"akhwat" telah berganti menjadi celana ketat yang
sering diidentikkan dengan penampilan modis.
Masyaallah!!

Sebuah diskusi kecil dengan seorang sahabat
dekat membicarakan fonemena ini baru saja
dilakukan. Begitu mengejutkan mendengar
pengalamannya, tentang seorang temannya yang
dengan mudah melepas jilbabnya demi mengejar
kesenangan pribadi yang semu.

Identitas
kemuslimahan yang seharusnya bukan sekedar
menjadi kebanggaan pada ad-dien ini, bisa
dengan mudah lumat dimakan waktu dan
keadaan.

Mari kita berbicara tentang kemuslimahan ini!
Allah., Illah semesta alam yang Mahabijak
telah memberikan aturan sedemikian rupa
tentang bagaimana seorang wanita Islam
memerankan tak hanya kewanitaannya, tapi juga
status kemuslimahannya dalam kehidupan.

Ada
ketaatan-ketaatan yang seharusnya dijalani
semata bukan karena mengikuti arus lingkungan
yang membentuk pribadinya menjadi wanita taat,
tapi ruh ketaatan yang pada hakikatnya harus
mengerti mengapa dan untuk apa kita
melakukannya begitu.

Sadar saja tidak cukup
tanpa diiringi kepahaman, pun sebaliknya
kefahaman juga butuh kesadaran dalam muara
keikhlasan melakukan atau meninggalkan
ketetapan aturan.

Di zaman yang dengan begitu mudah informasi
dan pengetahuan apapun diakses, tentunya kita
semua telah mengetahuinya bagaimana Islam
mengatur cara seorang muslimah berpakaian.
Batasan-batasan syar'i pakaian seperti apa yang
dimaksud pakaian takwa pun telah "disepakati"
bersama. Tidak tipis dan transparan dalam artian
tanpa dobelan ketika memakai, tidak membentuk
lekuk tubuh dalam konteks pakaian
sempit/mempet dan tetap fungsi utamanya
adalah sebagai pakaian takwa, bukan hiasan
tubuh hingga atas nama hiasan itu seseorang
menjadi begitu antusias update mode pakaian.

Dan masih ada beberapa persyaratan lagi.
Syarat, menjadi tolak ukur benar tentang
ketepatan syar'i tidaknya seorang muslimah
mengenakan pakaian.

Sehingga dalam hal ini,
memenuhi semua syarat menjadi suatu
kemutlakan. Pun tak perlu berdebat tentang
muslimah yang pakainnya syar'i tapi hatinya
masih kotor, sehingga argumen pembenaran ini
muncul; "yang penting jilbabi dulu hatinya."
Karena jelas ketetapan perintah itu, bahwa semua
bagian fisik wajib ditutupi kecuali muka dan
telapak tangan.

Ini perintah yang sangat jelas,
tentang bagaimana seorang muslimah
memperlakukan fisiknya. Sementara hati adalah
konteks lain yang tentunya juga harus
diperhatikan.
Namun, masalah baru pun menemukan
ruangnya untuk hadir, ketika menutup aurat bagi
seorang muslimah hanya difahami sebatas
perintah yang harus ditaati. Ketika hanya sebatas
mampu menjawab tanya "mengapa harus
menutup aurat?" dengan jawaban "karena sudah
selayaknya seorang wanita Islam melakukannya
begitu, dalilnya jelas dan menjadi kewajiban yang
kalau dilanggar berarti dosa".

Mari kita telisik lebih dalam.

Tidak ada yang salah dengan alasan memenuhi
kewajiban menutup aurat bagi seorang
muslimah, karena memang demikian adanya.

Namun, ketika itu hanya difahami sebagai sebuah
kewajiban tanpa adanya upaya mengkaji dan
mengetahui lebih dalam mengapa Allah SWT
yang Maha Penyayang menginginkannya begitu,
secara tidak disadari, barangkali seorang
muslimah hanya menghargai jilbab sekedar
penutup kepala. Padahal, ada nilai lain mampu
menjadi karekter kuat alasan jilbab menjadi
sesuatu yang patut di pertahankan sesuai syari'at.
Sehingga diujungnya, sebuah kesimpulan hadir
dari kepahaman dan kesadaran diri, bahwa
menjadi muslimah adalah anugerah yang tak
hanya harus disyukur tapi juga dijaga oleh diri
sendiri.

Jilbab, bukan hanya sekedar penutup kepala. Tapi
adalah kehormatan dan harga diri muslimah. Ya,
kehormatan dan harga diri, yang dalam
hubungan sosial menjadi hal yang sensitif .
Sehingga jika demikian seorang muslimah
memberi nilai dan arti pada jilbabnya, maka tak
ada lagi "tawar menawar" syarat menutup aurat
dengan berderet alasan logis namun dangkal dan
menjerumuskan.
Bukankah Allah swt telah begitu luar biasa
memberikan penjagaan terhadap muslimah agar
tidak mudah diganggu dengan perintah
diwajibkannya menutup aurat? Dan sungguh,
betapa Allah Swt Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

"Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-
anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (Al-Ahzab 33; 59)

mengertilah..wahai akhwat..tiada yg lebih bermakna dalm hidup
selain kehidupan yg berpaedah..bg diri sendiri,org lain
selama hidup didunia..
tidak ada yg akan menolong diri dr murka Allah melainkan
seberapa byk kita menabung amal kebaikan..
cintailah diri ini..dgn kecintaan akhlak bukan mencintai diri dgn
berhias untuk hal duniawi yg tak kan pernah terpuaskan..

hati hatilah menentukan sikap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About

 
Free Daisy ani Cursors at www.totallyfreecursors.com